Jumat, 18 Juli 2014

APRESIASI




 Tarli Nugroho

 
Rendahnya kebiasaan untuk saling membaca dan membahas di kalangan sarjana kita sebelum ini selalu saya tulis sebagai hal yang telah menyebabkan pembentukan dan pengembangan tradisi pemikiran di perguruan tinggi kita tidak pernah beranjak jauh selama ini. Tanpa ikhtiar untuk saling membaca dan membahas, siklus hidup setiap ide dan pemikiran akan menjadi pendek saja, sehingga tidak bisa berakumulasi.

Pagi tadi, ketika membaca berita ini [http://bit.ly/1wCOMyX], saya baru 'ngeh' bahwa rendahnya kebiasaan untuk saling membaca dan membahas di kalangan sarjana kita ternyata mewakili "daya apresiasi" mereka. Hanya pada mereka yang memiliki daya apresiasi tinggi maka kesediaan untuk saling membaca dan membahas akan muncul. Dan rendahnya kesediaan untuk mempraktikkan itu sesungguhnya menjadi cermin dari absennya sikap apresiatif tersebut.

Persoalannya, rendahnya kemampuan apresiasi ini ternyata tidak hanya berimplikasi pada soal akumulasi pengetahuan dan tradisi pemikiran saja, melainkan juga berimplikasi pada bagaimana para sarjana kita bersikap dan berperilaku di ruang publik. Kemampuan apresiasi yang rendah cenderung membuat seseorang gampang merendahkan, baik orang maupun gagasan. Mereka tidak akan pernah berusaha mengetahui apa yang tidak diketahuinya, atau melihat dari sisi sebaliknya, karena mereka memiliki anggapan bahwa apa yang telah diketahuinya bersifat cukup dan lengkap.

Saya kira, jika menyimak jejaknya, Rocky Gerung mustahil merupakan pendukung Prabowo. Namun, sikap yang dia ambil terhadap forum di Paramadina itu menunjukkan bahwa baginya, di luar soal preferensi politik yang seringkali bersifat dangkal dan dikotomis, setiap orang tak boleh kehilangan kemampuan apresiasinya. Apalagi acara diskusi itu dihelat di sebuah perguruan tinggi dan dihadiri oleh para sarjana yang mestinya merawat dan bekerja dengan "apresiasi" itu tadi. Ia tak segan mengkritik dan meninggalkan forum meskipun yang dihujat di forum itu sebenarnya adalah orang yang mungkin tak disukainya. Acara yang dimoderatori oleh Mohamad Sobary itu, kalau saya baca Koran Tempo hari ini, menghadirkan pembicara Daniel Dhakidae, Burhanuddin Muhtadi, Hermawan Sulistyo dan Hamdi Muluk.

Jadi, hilang dimana ya apresiasi kita? Sepertinya banyak orang tak lagi merisaukannya...



Yogyakarta, 20 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar