Jumat, 18 Juli 2014

DALIH DAN DALIL



Tarli Nugroho

"Dalih", jika kita membuka kamus, diberi pengertian sebagai alasan yang dicari-cari untuk membenarkan suatu perbuatan [yang sudah terjadi]. Sementara, "dalil" adalah keterangan atau argumentasi yang dijadikan bukti atau alasan untuk mempertahankan suatu pendapat yang diajukan sebagai suatu kebenaran.

Ketika tiba-tiba muncul distingsi antara "netral" dan "independen" untuk menjelaskan karut-marutnya praktik dan etika jurnalistik dalam dua tahun terakhir, itu adalah contoh dalih. Ketika tiba-tiba muncul distingsi antara "real count" dengan "official count", di luar "quick count" dan "exit poll", itu juga adalah contoh dalih. Meminjam bahasa penjahit langganan saya, dalih adalah ikhtiar yang dilakukan untuk melonggarkan tali kolor yang mulai seret, entah karena kekenyangan atau kegemukan.

Ringkasnya, dalih adalah ikhtiar pembenaran, bukan ikhtiar untuk mencari kebenaran. Ia juga bisa menjadi ikhtiar untuk melarikan persoalan, dari satu ke yang lainnya. Belakangan ini, kita menyaksikan ada banyak sekali dalih yang diproduksi. Semua itu dilakukan sekadar untuk melonggarkan standar kita atas segala sesuatu.

Lalu, apa contoh "dalil" yang bisa kita temukan belakangan ini?

Ehm, begini. Ketika aku menulis puisi dan surat-surat imajiner untukmu, Nun, itu adalah contoh dalil dari betapa fasisnya cintaku padamu. Dan itu adalah sebuah kebenaran. Bukankah kamu bisa dan sudah mengujinya, selama ini? Aih...



Yogyakarta, 15 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar